Kajian & Bedah Film "TIMBUKTU"
Kajian & Bedah Film
"TIMBUKTU"
Timbuktu adalah
sebuah film drama Prancis-Mauritania
pada tahun 2014 yang disutradarai oleh Abderrahmane Sissako. Film
Perancis-Mauritania ini menceritakan kehidupan Kidane, seorang penggembala sapi,
yang memilih untuk tinggal di gurun demi mencari
keselamatan dan ketenangan dari gangguan para kelompok radikal. Bersama istri, anak perempuannya dan pengembala asuhnya yang tinggal damai tidak jauh dari
sebuah kota bernama Timbuktu, Mali. Timbuktu merupakan sebuah kota di Mali ,
Afrika Barat, pusat penyebaran Islam di Afrika Barat pada abad ke-16. Padang
pasir yang penuh dengan kegersangan yang terlihat didalam film tersebut
memiliki makna yang sama dengan kehidupan masyarakat yang ada didalam kota
tersebut.
Sementara itu warga di didalam
kota tersebut sangat menderita paska kelompok yang mengatas namakan jihad
berkuasa dan menerapkan hukum yang sangat membatasi kehidupan warganya.
Larangan dan keputusan pengadilan yang sangat tidak masuk akal makin bermunculan
dalam rezim teror kelompok jihad ini. Hingga akhirnya, kehidupan keluarga
Kidane yang jauh dari kekacauan, Timbuktu harus menghadapi ancaman karena adanya
berbagai konflik
Dalam
kesehariannya, Kidane dibantu oleh Issan dalam menggembalakan sapi di dekat
sungai. Insiden pun terjadi dan melibatkan Kidane dengan seorang nelayan, yang
bernama Amadou, hingga membuatnya harus menerima hukuman berat dari kelompok
radikal.
Ketika
Timbuktu dikuasai oleh kelompok radikal ini, banyak sekali aturan yang memberatkan
para warganya, seperti dilarang merokok, mendengarkan/memainkan musik,
bernyanyi maupun menari, dilarang bermain sepak bola, wanita harus memakai
sarung tangan serta berhijab, bahkan membolehkan menikahkan putri orang lain
yang diinginkan tanpa walinya dengan mengakui kelompok mereka sebagai pelindung
dan masih banyak lainnya. Dengan mengatasnamakan Islam, para kelompok radikal
ini pun memaksakan aturan tersebut pada warga Timbuktu yang non-muslim
sekalipun. Tentu saja ketika diperhatikan itu sudah sangat menentang ajaran
islam yang sebagaimana mestinya, penolakan datang dari beberapa pihak yang
merasa keberatan. Mereka merasa aturan tersebut tidak sesuai dengan apa yang
mereka anut dan percayai.
Timbuktu merupakan
kota dengan warga yang multi-etnis. Didalam film juga terlihat ada dua ras
warga yang menghuni Timbuktu, warga ras Afrika dan ras Timur Tengah, yang
(kemungkinan) mayoritasnya beragama Islam. Bahasa yang digunakan pun juga
beragam, mulai dari Bahasa Arab, Inggris, Perancis, hingga bahasa lokal seperti
Bambara dan Tamasheq. Meski para kelompok radikal memaksakan aturan di sana
sini, tapi kenyataannya berbicara lain. Mereka melarang untuk bermain sepak
bola, tapi lucunya beberapa dari mereka justru mengobrol tentang Barcelona dan
Real Madrid di sebuah gang. Salah satu pimpinan militan, Abdelkerim bahkan
merokok dan menari, meskipun diam-diam agar tidak ketahuan. Parahnya, mereka
melarang warganya memutar radio sekalipun berisikan sholawat (pujian) kepada
Nabi. Keambiguan para karakter dalam kelompok radikal ini ditampilkan oleh
Sissako dengan penuh hal yang sedikit konyol , tapi juga miris untuk dilihat.
Sepertinya, Sissako ingin menunjukkan kepada publik tentang kebodohan para
kelompok radikal yang memiliki pemikiran begitu dangkalnya terhadap pemahaman
agama. Mereka juga digambarkan dengan sifat sok tahu dengan membantah ulama
yang lebih berilmu. Tidak kalah bodohnya, mereka memasuki masjid sambil
menenteng senjata dan menggunkaan sepatu dengan alasan berjihad, padahal banyak
orang yang akan beribadah. Dengan meberikan hukuman seperti dicambuk, dilempari
batu, bahkan ditembak mati ketika salah satu warga dari merka melakukan hal-hal
yang dilarang oleh kelompok radikal tersebut. Pembunuhan yang dilakukan
seolah-olah mereka melakukan hal yang wajar tanpa ada rasa bersalah/berdosa
sedikit pun.
Diperhatikan dari
menit awal, Sissako sudah mencoba menampilkan sisi buruk dari pengikut radikal.
Sepanjang film berjalan, banyak sekali adegan yang menampilkan kebodohan para
kelompok radikal ini, dan semuanya sudah lebih dari cukup untuk mendeskripsikan
seperti apa sebenarnya sisi lain dari kelompok ini. Mereka tidak lain hanyalah
sekelompok penebar teror yang tidak dapat mempelajari dengan baik pengetahuan
tentang agama, dan seenaknya sendiri memaksakan aturan-aturan meski pada
seseorang yang tidak sesuai dengan agamanya.
Awalnya kita
tahu, bahwa hidup Kidane bersama keluarganya sangat tenang dan damai tanpa
bersentuhan dengan masalah apapun. Hingga insiden terjadi disuatu hari, membuat
Kidane harus diadili oleh kelompok radikal tersebut. Seperti halnya warga
Timbuktu non-muslim lainnya, Kidane juga merasa mendapat ketidakadilan hukuman
yang seharusnya tidak ditimpakan padanya yang seorang non-muslim. Tapi sebelum
itu, Kidane sempat memberikan ‘khotbah’ singkatnya untuk kelompok radikal ini,
bahwa ia juga sama-sama meyakini satu Tuhan, dan ia percaya bahwa hanya Tuhan
yang pantas untuk mengadilinya. Nasib Kidane memang tidaklah mujur.
Sejauh-jauhnya ia bersembunyi di tempat yang aman dan menjauhi konfrontasi,
tapi akhirnya terseret juga.
Jadi, yang
dapat ditangkap dari film tersebut sebenarnya ingin disampaikan oleh Sissako.
Bahwa, kelompok radikal yang mengatasnamakan agama ini dengan mudahnya
memberikan aturan / hukuman pada suatu warga tertentu, tidak pandang ia memeluk
agama apa. Mereka menyamaratakan bahwa aturan yang mereka resmikan harus
diterima oleh semua warga tanpa terkecuali. Sissako mengkritisi tindakan mereka
yang merasa paling benar, bahwa hanya mereka sajalah yang memiliki Tuhan. Tidak
hanya itu, Sissako juga menampilkan kebodohan kelompok radikal ini dengan
sedikit sentuhan ‘lucu’, supaya kita juga ikut menertawai betapa bodohnya
orang-orang yang gagal mencerna ilmu agama ini. Sissako berhasil dengan baik
menciptakan Kidane, sosok ‘kecil’ yang memberikan perlawanan dan ketegasannya
pada kelompok radikal, bahwa orang di luar dari agama yang mereka anut pun juga
mengenal Tuhan. Satu-satunya Tuhan. Dan Tuhan pun bukan milik satu kelompok /
agama tertentu saja, melainkan milik semua yang percaya kepadaNya. Dan diakhir
film tersebut, terlihat bahwa kelompok radikal yang mengatas namakan islam ini
tega membunuh orang tua dari kedua anak yang merupaka sebuah anugarah dari
Tuhan dan memisahkan kasih sayang yang sangatlah terikat, dan sangat bertentangan
dengan ajaran Islam.
Belum ada Komentar untuk "Kajian & Bedah Film "TIMBUKTU""
Posting Komentar