Bedah Buku "Dari Revolusi diri ke Revolusi Sosial"
BAB 1
BIOGRAFI SINGKAT
Ali syariati adalah anak pertama dari muhammad taqi syariati dan zahra. Ia lahir pada tanggal 24 november 1934 disebuah desa kecil di kahak provinsi khurasan, Iran. Ali syariati bernama lengkap Ali masinani bin muhammad taqi syariati. Merupakan anak pertama sekaligus anak laki laki satu satunya dari 4 bersaudara.
Secara ekonomi, kehidupan keluarg syariati cukup sederhana karna pendapatan keluarga sangat kecl.
Pada tahun 1941 tepatnya pada musim semi, sebulan berlalunya invasi sekutu pada iran, Ali syariati menginjakkan kaki pertama di sekolah dasar, nama sekolahnya itu Ibnu yamin dimana sekolag tersebut yang menjadi direktur yaitu ayahnya sendiri.
Syariati ini adalah sosok yang pendiam, tidak mudah bersosialisasi, pemalu dengan perilaku seperti itu syariti kadang lebih banyak menyendiri dan tidak terlibat dalam aktifitas temannya. Menurut pengakuannya sendiri bahwa pada masa masa itu adalah masa paling bodoh dan malas. Dibalik kebodohan dan kemalasan tersebut ada keunikan pada diri syariati, dia tidak senang dengan pelajaran sekolahnya tetapi ia sibuk membaca buku buku ayahnya.
Setelah tamat di SD ibnu yamin pada 1947, tepatnya dibuln september, syariati memasuki SMP. Syariati ini sejak SMP dia mulai mudah bergaul akan tetapi ia tetap malas. Dengan inisiatif untuk mempelajari filsafat kemudia sufisme, dalam kurun waktu 12 tahun yakni 1947-1959 antara memasuki SMP pertama hingga berangkat ke Paris.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di sekolah menengah pertama, Syariati kemudian masuk institut keguruan pada tahun 1950 kala itu usianya sekitar 17-18 tahun.
Pada tahun 1952, Syariati bergabung dengan Organisasi HSIA yang didirikan di Masyad.
HSIA (Asosiasi Islam siswa sekolah menengah atas) yang mendiskusikan isu isu agama.
Tahun berikutnya, 1953 Syariati bersama beberapa temannya yang lain juga berasal dari pusat kemudia bergabung dengan liga kebebasan untuk iran.
Maret 1953 radkalisasi gerakan liga semakin meningkat, liga secara terang-terangan menyuarakan anti monarki, anti feodal, anti kapitalis melalui surat kabarnya.
Pada 15 september 1955 di masyad telah dibuka fakultas sastra, di sanalag Syariati menjadi angkatan pertama yang terdiru dari 24 mahasiswa.
Keterlibatan Syariati dalam dunia politik revolusioner, sekali lagi tidak terlepas dari peran ayahnya sebab ayahnya memang seorang aktivis politik. Perihal pilihan hidupnya tersebut dia berkata “ saya harus dikorbankan, saya harus berkorban ya saya harus menjadi syuhada untuk rakyat saya,.. saya adalah yesus … saya adalah seorang nabi bukan raja… saya adalah Ali, Saya akan mengorbankan diri saya sendiri, keluarga saya, anak anak saya dan semua keberadaan saya dalam perubahan. Keimanan saya, dan kecintaan saya dalam kebebesan liberasi, kebahagiaan, dan keselamatan kamu semua.
Saat masih berstatus mahasiswa Syariati yang saat itu berusia 25 tahun tepatnya pada 15 juli 1958, ia mengakhiri masa lajangnta Syariati menikahi seorang putri dari haji Ali akbar bernama pouran-e Syariati Razavi tidak lama setelah menikah, sekitar 5 bulan ia berhasil menjadi sarjana muda.
Setelah lulus dari universitas masyhad dengan predikat lulusan terbaik, pada tahun 1959 berkat beasiswa dari pemerintah ia melanjutkan pendidikannya di universitas sarbonne di paris, prancis.
Sebagai warga negara yang baik, setalah lama ia tinggalkan, saat menyelesaikan pendidikannya selama 5 tahun di paris, maka tibalah waktunya untuk kembali ke tanag air bersama istri dan kedua anaknya dengan berbekal petualangan intelektual.
BAB 2
Tuhan Dan Pembebasan
Sejarah mencatat bahwa manusia dalam perjalanan hidupnya memiliki sejumlah konsep atau gagasan kepercayaan kepada yang gaib. Kepercayaan manusia kepada yang gaib dianut sejal ribuan tahun silam. Kemudian kepercayaan tersebut telah menjadi penopang kebudayaannya. Nilai nilai yang dipahami kemudian terlembagakan yang selanjutnya dikenal sebagai agama. Dan banyak yang beranggapan bahwa perjalan kepercayaan manusia pada yang gaib tidak lepas dari tingkat kemampuan intelektual/akal, semakin tinggi kemampuan akalnya semakin canggih mereka menerjemahkan tuhan.
Karen Anstong, pengkaji agama-agama mengatakan, awalnya kepercayaan manusia meyakini sesuatu yang misteri. Kepercayaan manusia itu bersifat mitos(mistis). Kemudian perlahan masuklah filsafat di yunani melalui socrates, plato, aristoteles yang memberikan ruang kepada akal. Lain halnya dengan kebertuhanan zaman modern, zaman yang mana akal (rasionalitas) benar benar telah menempati posisi tertinggi dalam menentukan kebenaran. Kata Amstrong keyakinan kaum modern menyatakan bahwa mitos adalah anutan kaum tradisional yang dapat menghambat kemajuan.
Manusia pada umumnya ingin menyaksikan tuhan secara langsung melihatnya dengan kasat mata, namun hal itu dijadikan argumentasi dalam menolak tuhan.
Sudah banyak argumentasi yang bermunculan untuk menolak tuhan. Namun dilain sisi banyak pula argumentasi yang bermunculan untuk membuktikan keberadaan tuhan.
Dalam agama islam, kepercayaan kepada tuhan itu disebut tauhid.
Menurut Murtadha Muthahhari pengertian tauhid ada dua macam, tauhid teoritis dan praktis.
Syariati juga memandang bahwa gagasan ketuhanan islam adalah tauhid. Namun dalam hal permaknaan tauhid, Syariati memiliki persepsi sendiri yang berbeda dengan orang islam kebanyakan bahkan juga pemikir islam yang lain, tauhid tidak hanya sekedar persoalan konsepsi teoritis semata. Melainkan ia perlu menjadi cara pandang.
Tauhid mesti menjadi pandangan dunia dan bermetamorfosis menjadi ideologi yang dapat membebaskan manusia.
Tauhid sebagai pandangan dunia
Pandangan dunia merupakan kerangka yang dibangun oleg manusia melihat dunia dengan dimensinya.
Terbentuknya pandangan dunia berangkat dari epistomologi yang dimiliki, sehingga pandangan dunia yang kelak membentuk ideologi berangkat dari asumsi asumsi epistemik yang jelas daj sistemik.
Murtadha muthahhari mengatakan, setiap ideologi pasti berlandaskan pada suatu pandangan dunia dan pandangan dunia selalu berlandaskan epistimologi.
Menurut Syariati pandangan dunia adalah pemahaman yang dimiliki seorang tentang wujud/eksistensi.
Pandangan dunia tauhid menurut Syariati menuntut manusia hanya takut keoada satu kesatuan yaitu kekuatan tuhan dan selain itu adalah kekuatan yang tidak mutlak dan palsu.
Dengan demikiqn tauhid harus ditafsirkan sebagai kesatuan anatara alam dengan meta alam, antara manusia dengan alam, antara manusia dengan manusia, antara Allah dengan dunia dan dengan manusia.
Istilah ideologi pertama diperkenalkan dan digunakan oleh Antoine destutt de tracy. Namun ditarik kebelakang ideologi mulai ada semenjak platon (plato) di era platon yang dikenal adalah konsep idea yang disinyalir sebagai awal perbincangan ideologi. Kata ideologi memiliki pergertian yang berbeda beda tergantung tokoh yang mengkajinyq.
Syariati punya pandangan sendiri menurutnya ideologi terbentuk dari kata ideo yang berarti logika, ilmu pengatuhuan. Jadi ideologi adalah ilmu tentang keyakinan.
Ali Syariati meyakini bahwa ideologi memiliki 3 peringkat, pertama adalah cara kita memahami dan menirima alam semesta, kemaujudan, dan manusia. peringkat 2 adalah cara tertentu kita dalam memahami dan mengavaluasi segala benda dan gagasan yang membentuk lingkungan sosial dan mental kita. Peringkat 3 berupa penyodoran, usulan usulan, metode metode, pendekatan pendekatan ideal yang akan kita manfaatkan untuk mengubah status quo yang tidak memuaskan kita.
Syariati memandang tauhid sebagai pandangan dunia, sehingga dengan demikian, basis ideologi adalah tauhid. Bagi Syariati tuhan tidak hanya perlu untuk dibuktikan dengan argumentasi akan tetapi bagaimana konsepsi ketuhanan kita memiliki semangat ideologis yang membabaskan.
Senada dengan Syariati, Asghar ali engineer menilai bahwa kalimat tauhid La ilaha illalah merupakan kalimat revolusioner sebab diawali kata “La” yang berarti “tidak”. Kata tidak menunjuk pada negasi terhadap tuhan tuhan selain Allah. Tuhan tuhan selain allah yang dimaksud, bisa berupa penguasaan manusia oleh manusia yang lain, atau penghisapan manusia atas manusia.
Rausyafikr. Figur ideologis
Di iran pertengahan abad 19 mulai dikenal istilah rausyafikr yang secara harfiyah diartikan sebagai “pemikir yang tercerahkan. Namun dalam kesejarahan, istilah ini digunakan oleh para kaum intelektual iran yang sekuler. Mereka mengangumu filsof eropa abad ke 18 yakni pemikir zaman pencerahan. Pada mulanya rausyafikr memiliki pengertian yang sangat terbatas, yakni menunjuk kaum intelektual yang berpaham modernis dan cenderung liberal.
Bagi Syariati tidak semua yang tercerahka adalah intelektual dan tidak semua intelektual adalah peraih gelar akademis. Yang dimaksud orang tercerahkan/rausyafikr dalam kacamata Syariati adalah orang yang mengerti dan sadar akan keadaan kemanusiaan dimasanya.
Peran rausyafikr yakni memiliki komitmen. Mendorong sikap kritis terhadap status quo dari berbagai aspek masyarakat : sosial, politik, budaya, ekonomi, serta moralnya.
Sekali lagi, tauhid dipahami Syariati sebagai hanya Allah SWT yang memiliki kekuatan, dan selainnya adalah palsu. Dengan demikian, sosok Rausyafikr adalah sosok yang hanya takut pada Allah SWT.
BAB 3
Konsep Manusia
Pencarian akan siapa sesungguhnya diri manusia adalag pencarian yang terjadi sepanjang sejarah manusia. Sudah banyak pandangan tentang siapa diri manusia itu bermunculan. Diantara pemikiran tersebut, banyak dijadikan sebagai pegangan dan keimanan dalam menjalani kehidupan sehari hari. Namun begitu, hingga kini belum juga bisa kita temukan definisi yang pas dan jelas tentang siapa manusia itu. Karenanya itu manusia kadang dipandang sebagai mahluk misterius. manusia pada mulanya disorot sebagai bagian dari pengkajian filsofis semenjak berlalunya pemikir pemikir kosmologis seperti Thales, Anaximadrus, ataupun Anaximenes. Pada zaman mereka, penyelidikan filsofis lebih pada pencarian subtansi dasar(arkhe) semesta (kosmosentrisme).
Socrates (470-399 SM) adalah tokoh yang tercatat memulai kajian filsofis secara mendalam terhadap manusia. Socrates mengkaji manusia dari aspek cara menjalani dan menemukan tujuan hidupnya. Socrates membagi manusia menjadi 3 tipe yakni manusia akal budi (reason), manusia semangat (spirit) dan manusia nafsu (desire).
Selanjutnya manusia dalam menjalani hidup, maka terkait konsep hidup. Socrates meletakkan kebahagiaan (eudaimonia) sebagai tujuan yang tertinggi. Dalam mencapai kebahagian tersebut, maka manusia sebelumnya harus menjadi arate (arif,bijaksana). Arate/bijaksana hanya bisa didapatkan bila manusia memiliki pengetahuan (epistem) yang dalam dan benar.
Platon yang merupakan murid socrate lebih jauh lagi mengulas tentang manusia. Dalam memahami manusia menurut platon, maka yang pertama untuk dipahami adalah pahaman terhadap dunia ideanya, sebab konsep ideanya merupakan aksiema filsafatnya.
Aristoteles adalah salah satu murid platon yang sangat berbakat dan cemerlang dalam berfilsafat.
Aristoteles melihat bahwa manusia merupakan gabungan tiga hal yakni : materi, psike dan nus-jasmani, serta jiwa dan ruh.
Tentang penciptaan
Penciptaan manusia dalam pandangan Syariati berangkat dari pemahaman terhadap teks al-qur’an yakni dalam QS. Al-Hajj ayat 5 : “…menjadikan kamu dari tanah lalu menjadi setetes mani…”. Menurutnya, ayat ini berbicara subtansi awal penciptaan manusia yakni berangkat dari tanah kemudian ditiupkan sebagian spritnya (ruh). Penciptaan adam bagi Syariati merupakan simbolisasi pereujudan manusia pertama keseluruhan, menurutnya adam tercipta dari dua unsur, yakni dari lumpur dan ruh ilahi. Lumpur sebagai simbol kerendahan, pasif, sedangkan ruh ilahi sebagai dimensi gerak manusia yang tidak berhenti untuk menuju kepada kesenpurnaan. Bagi Syariati, pada dasarnya manusia lahir dari 2 hakikat yang berbeda : tanah-bumi dan ruh-suci.
Manusia setelah diciptakan, tidak begitu saja dibiarkan oleh tuhan untuk menjalani hidup di muka bumi, akan tetapi tuhan membekali manusia dengan pengenalan atas nama nama.
Syariati meyakini bahwa manusia adalah wakil tuhan dimuka bumi ini dan hal itu merupakan kehormatan yang diberikan kepada manusia dimata mahluk lain tidak mampu untuk mengembannya. Tugas sebagai wakil tuhan di muka bumi ini sekaligus medan perjalanan manusia untuk menuju kesempurnaannya. Manusia sebagai manifestasi yang telah ditunjuk oleh Allah SWT, memiliki kehendak bebas, tanggung jawab, dan penentu masa depannya, yang memiliki pandangan dan nalar, yang menentukan pilihannya sendiri, pembuat, berketurunan, pemikir, bertanggung jawab terhadap diri, zaman, masyarakat, keimanan, peradapan, sejarah dan bangsa.
Empat penjara dan musuh manusia
Dalam perjalanan hidup manusia ada beberapa hal yang dapat menghambat untuk mengaktualkan potensinya menuju kesempurnaan. Sesuatu yang menghambat manusia tersebut, menurut Syariati ada empat penjara serta beberapa musuh yang kadang dihadapi oleh manusia.
Penjara pertama, yakni alam. Hukum alam dapat membawa manusia kepada kondisi yang determinis-mekanistik. Jika manusia tidak mampu “menundukkan” alam, maka akan menghambat manusia dalam efektivitas dan efisiensinyq. Hukum alam pada dasarnya memang memiliki tabiat keterbetasan sehingga manusia yang berada didalamnya, jika mengikuti kehendak alam, pada dasarnya sudah terjebak pada penjara ini.
Penjara kedua adalah sejarah. Sejarah yang dapat menghambat manusia jika memandang eksistensinya merupakan produk sejarah dan tidak bisa melepaskan diri dari apa yang terjadi di masa lalu. Pandangan determinisme sejarah menentukan apa yang harus diperbuat oleh manusia, bagaimana harus mengarah. Sebagai contoh Syariati dalam memberikan penggambaran tentang penjara sejarah tersebut : “… kenapa saya berbahasa dengan bahasa tertentu, memeluk suatu agama, ikut pada sosial dan kultur ini, memiliki identitas dan personalitas ini, semua ini dan seluruh ciri-ciri yang saya miliki semuanya telah ditentukan oleh sejarah. Dengan penjara sejarah, manusia dapat kehilangan pandangan futuristiknya, kemampuan untuk melihat apa yang akan dilakukan pada masa depan. Dengan penjara sejarah, manusia akan menerima kondisi yang di alaminya sekarang ini. Sejarah yang dimaksud disini bisa berupa tradisi-tradisi, paham-paham, yang terjadi dalam masyarakat pada masa yang lalu dan kita menerima semuanya tanpa melakukan koreksi. Kita cenderung menerima semuanya secara apatis apa yang terjadi pada masa lalu sebagai kelanjutan hari ini secara linear.
Penjara ketiga adalah masyarakat. Menurut Syariati, masyarakat merupakan kekuatan deterministik jika menganggap bahwa keberadaan manusia, semuanya dibentuk oleh masyarakat, karakter-karakter yang dimiliki semua berangkat dari kondisi masyarakat dimata manusia berdiam. Sehingga, dengan penjara itu manusia kehilangan inovasi, kreativitas, untuk mengubah kondisi yang di alami.
Penjara keempat adalah ego. Bagi Syariati, penjara ini adalah penghambat yang berat untuk dihadapi manusia karena ia berada dalam diri manusia. Penjara ini sangat jauh berada dengan penjara ini manusia bisa mengalami absurditas. Absurditas yang di rasakan manusia tidak lepas dari setelah pemenuhan segala hasrat, nalurinya.
Selain empat penjara yang telah diuraikan diatas, Syariati juga memberikan “warning” mengenai musuh manusia, musuh manusia yang dimaksud disini adalah berbagai macam faktor yang telah mengiris wujud insani dalam usaha melestarikan sejarahnya.
Musuh manusia yang pertama adalah ilmu. Ilmu yang dimaksud di sini bukanlah ilmu sebagai hakikat, akan tetapi ilmu sebagai penampakan. Ilmu yang telah terjadi atau sebagai peristiwa. Ilmu yang telah tercatat dalam sejarah kemanusiaan dan pada sejarah ilmu itu sendiri yang bersangkut paut dengan berbagai alat perbudakan terselubung. Contohnya dalam bentuk manusia menjual manusia.
Musuh yang kedua manusia adalah spesialisasi. Menurut Syariati, dengan mengutip martin heidegger, spesialisasi adalah sesuatu yang bertentangan dengan hakikat manusia.
Dalam islam spesialisasi merupakan manifestasi ajaran jabariyah yang dipaksakan spesialisasi menjadikan manusia yang memiliki cakrwala pandang yang luas, menjadi tawanan yang meringkuk didalam penjara aturan hanya memberinya satu jenis kemungkinan berkembang. Spesialisasi mendorong manusia untuk menerima bahwa manusia adalah makhluk satu dimensi, mengerti satu pengatahuan, satu arah hayalan, dan satu arah materi.
Musuh yang ketiga adalah materialisme. Bagi Syariati materialisme adalah musuh yang tangguh kadang muncul dalam beragam wajah. Materialisme membawa manusia pada kesadaran bahwa manusia sesungguhnya hanyalah materi yang terbentuk dari jenis bahan alami tertentu dan di lain pihak menafikkan/menyepelekan nilai-nilai insaniah. Manusia dalam kacamata materialisme adalah makhluk yang terbentuk dari hukum alam semata dan merupakan satu daru sekian jenis benda-benda alam semesta.
Musuh keempat adalah agama. Agama yang dimaksud Syariati bukanlah agama dalam pengertian hakikatnya, akan tetapi agama yang telah menyejarah. Agama yang dimaksud disini adalah agama yang berfungsu sebagai candu—alat membius. Sebagaimana diketahui, memang dalam wajahnya, agama kadang menampilkan diri sebagai alat legitimitasi dari seorang ataupun kelompok lain. Agama seperti inj tetap menggunakan kepercayaan-kepercayaan metafisik kepercayaan kepada tuhan. Agama yang demikian seperti yang dianut oleh bal’aam. Bal’aam adalah ulama besar di masa fir’aun yang menafsirkan agama yang pada prinsipnya menentang prinsip-prinsip agama monoteis atau agama tauhid.
Musuh manusia yang terakhir adalah berlebih-lebihan. Sikap ini merupakan yang menjurus kepada sikap pemborosan. Bagi Syariati, sikap berlebih-lebihan dapat mengalihkan manusia dari kecintaan kepada ilmu, agama dan nilai insaniah untuk kemudian menjauhkannya dari pengertian terhadap dirinya. Berlebih-lebihan merupakan budaya yang banyak dianut sekarang ini. Berlebih-lebihan atau pemborosan selalu memaksakan datangnya tuntunan tambahan kebutuhan didalan diri kita, merangsang hadirnya rasa bosan.
Menurut Syariati, manusia bisa keluar dari keempat penjara dan mengatasi musuh-musuh tersebut dengan daya atau kekuatan yang berumber dari ruh ilahiah yang ditiupkan oleh tuhan kepada manusia, berupa : kesadaran, kebebasan, dan kreativitas.
Manusia ideal (sempurna)
Manusia sempurna dalam pandangan Syariati adalah manusia yang pada prinsipnya telah keluar dari 4 penjara serta telah mengalahkan musuh-musuhnya. Dengan pengoptimalan kekuatan-kekuatan insan, yaitu kesadaran kebebasan dan kreativitas maka dengan sendirinya penjara serta musuh-musuh manusia tidak lagi menjadi penghambat. Sehingga dapat dikatakan manusia sempurna.
Proses penyempurnaan manusia bagi Syariati adalah upaya yang ditujukan untuk merealisasikan hakikat kulliy(universal), sehingga tercipta manusia ideal. Manusia yang ideal bagi Syariati adalah manusia yang menjadi khalifah atau wakil tuhan di muka bumi ini. Manusia yang ideal adalah manusia yang theomorfis. Manusia theomorfis adalah manusia yang telah memenangkan pertarungan dalam dirinya untuk lebih memilih kecenderungan ilahi, yakni manusia dengan sifat-sifat ketuhanannya (aspek insaniahnya) dapat mengendalikan sifat-sifat yang rendah didalam dirinya (dimensi lumpur).
Manusia ideal adalah manusia yang memiliki otak yang briliyan sekaligus memiliki kelembutan hati. Dengan kemampuan berfikirnya, ia dapat menciptakan peradaban yang tinggi. Dengan kedalaman perasaannya ia dapat merasakan segala sesuatu yang menyebabkan penderitaan, kemiskinan, kebodohan, dan kelemahan.
Manusia yang ideal adalah mampu membentuk lingkungannya, bukan manusia yang dibentuk oleh lingkungannya. Manusia ideal adalah manusia yang menggabungkan dalam dirinya iman dan rasionalisme, ijtihad, kesepian(khalwat) dan komitmen sosial, kekuasaan dan cinta kasih.
Penulis: Nurfadillah
Lampiran
Belum ada Komentar untuk "Bedah Buku "Dari Revolusi diri ke Revolusi Sosial""
Posting Komentar