Bedah Buku "Sisi Tergelap Surga"
Sisi Tergelap Surga
Hidup, bagi sebagian orang, memiliki makna berbeda-beda. Beberapa memutuskan tetap hidup hanya karena terlahir menyenangkan. Beberapa yang lain memilih mengakhiri hidup karena tak kunjung menemukan kebahagiaan. Buku ini menceritakan bagaimana kehidupan yang dijalani oleh orang-orang yang hidup di sisi tergelap surga kota bernama Jakarta.
Mulai dari pemulung, pengamen, pramuria yang menjajakan tubuh agar anaknya bisa makan, pemimpin-pemimpin kecil yang culas, lelaki tua di balik kostum badut ayam, pencuri motor yang ingin membeli obat untuk ibunya, remaja yang melumuri tubuh dengan cat perak, hingga mereka yang bergelut di terminal setelah terpaksa merelakan impiannya habis tergerus kejinya ibu kota.
Surga yang dimaksudkan dalam judul buku ini ialah kota Jakarta, kota yang selalu mampu terlihat megah di mata orang-orang yang pertama kali mengenalnya dengan bangunan gedung-gedungnya yang menjulang tinggi. Namun selayaknya fatamorgana, kota ini juga tak luput menyembunyikan kegelapannya. Banjir, kemiskinan, penggusuran, polusi, dan segala macam kriminalitas adalah warna-warna lain yang sering menghiasi tubuh rentahnya. Jika kita melihat lebih dekat, dibalik gemerlap dan megahnya kota itu, terdapat kampung kumuh tempat para pramuria, manusia kardus, pengemis, gelandangan, dan semua yang bergeliat mencoba bertahan hidup. Sebuah tempat yang kerap luput dari pandangan banyak orang. Rumah-rumah papan yang penuh dengan tambalan, baju-baju yang dijemur sembarangan, kamar mandi pesing, dan senyum getir dari warga yang tinggal di dalamnya, di kampung itulah kisah mereka dimulai.
Dalam buku ini menurut si pembaca terdapat beberapa sub pembahasan yang menarik. Beberapa diantaranya yaitu cerita tentang 3 remaja, yang hidup di pos ronda kampung beralaskan kardus bekas yang mencari tempat berteduh dari satu surau ke surau yang lainnya, mandi di tempat yang menyediakan air gratis, atau jika terlalu merepotkan, ya tinggal tunggu hujan turun saja. Jawa seorang remaja yang hidup dari hasil petikan gitarnya yang sudah peyok, tunning key yang berada di headstock sudah agak longgar dan tak kuat meregang senar gitarnya. Pulung seorang remaja yang memilih untuk meninggalkan keluarganya hanya untuk memberikan ruang berkembang bagi adik-adiknya dan berharap mengurangi beban orang tuanya, yang mencoba hidup mengelilingi kota untuk mengumpulkan barang-barang bekas yang bisa dinilai dengan rupiah. Karyo yang memiliki memar di tubuhnya akibat paparan sinar matahari saat tubuhnya dilumuri dengan cat berwarna silver. Mereka bertemu dan berteman dengan baik akibat memiliki persoalan latar belakang yang sama yaitu ekonomi. Meskipun dengan segala keterbatasan, mereka menikmati hidup dengan bahagia, jika sudah mampu membeli extra joss dan mendapatkan sisa puntung rokok yang masih cukup panjang yang dipungut Pulung sebelumnya itu sudah cukup untuk menghidupkan suasana pos ronda di malam itu.
Danang, adalah lelaki baik yang terjebak di kandang kumuh. Tak pernah berkata kasar, pengertian, tubuh bugar, jalannya tegap dan selalu menyapa balik orang-orang yang menyapanya lebih dulu. Anggapan orang-orang Danang adalah orang yang mungkin dikatakan normal dari segi profesi karena orang-orang mengira Danang adalah pekerja kantoran yang selalu kebagian sif malam. Namun dibalik itu semua Danang menyimpan sebuah rahasia dan menjalani hidup dengan penuh pengorbanan. Demi membiayai pendidikan adiknya ia rela bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK) dengan nama samaran Dania. Seringkali ia mendapatkan kekerasan dan tak sedikit beberapa hinaan. Sampai ia mengatakan "enaknya hidup dalam kehinaan ialah orang-orang udah nggak bisa menghinamu lagi. Wong emang kamu udah hina kok". Di sini jika tidak bersatu mereka bisa mati digilas kerasnya hidup. Dihajar membabi buta oleh orang-orang yang merasa dirinya jauh lebih tidak berdosa daripada mereka. Mereka saling melindungi satu sama lain, bila tertangkap oleh Satpol PP tidak akan ada yang membocorkan keberadaan yang lainnya. Di sini, di tempat hina ini, justru mereka lebih manusiawi ketimbang pejabat kelas teri.
Gofar, memiliki seorang ibu yang sudah terkena penyakit stroke selama 6 tahun. Gofar mempertaruhkan nyawanya untuk membiayai pengobatan ibunya. Hampir setiap minggu ia menggunakan motor yang berbeda-beda itu adalah hasil dari kemampuannya membobol motor orang lain. Biasanya hasil dari penjualan motor curian itu ia kalkulasi, untuk pengobatan ibunya, keperluan, memperbaiki atap, dan untuk makan. Sisanya ia berikan kepada 3 anak perempuan dari lelaki tua dibalik kostum badut ayam. Rasa sayang Gofar terhadap ibunya tidak bisa diperhitungkan lagi, bahkan sejak ia hampir mati karena tertangkap oleh warga yang ia ingat hanyalah ibunya sehingga itu memberikan Gofar kekuatan untuk bisa lepas dari amukan warga. Gofar tidak memikirkan lagi tentang keselamatannya karena kalau ia mati, maka tidak akan ada lagi yang membelikan ibunya obat, dan tak lama ibunya akan menyusulnya ke akhirat kelak.
Kisah yang menarik juga datang dari keluarga lelaki tua dibalik kostum badut ayamnya. Ia mencoba mengarungi kerasnya kehidupan untuk menghidupi tiga orang anaknya. Di pinggiran kampung, ada satu rumah berukuran setengah lebih kecil dibanding rumah yang lain. Temboknya tak lagi kokoh. Pintunya hanya terbuat dari triplek tipis yang ditahan oleh sebatang besi usang agar tidak roboh. Di dalamnya terdapat tiga anak perempuan paling tegar yang pernah dilahirkan di kampung itu. Anak perempuan yang jauh lebih tabah dari pejabat yang gagal di pemilihan umum dengan utang miliaran pada cukong partai. Mereka hidup dengan penuh keterbatasan, bahkan ketika Erlin anak tengahnya sedang mens ia hanya mengambil satu kaus kaki kemudian membulatkannya dan menyumpal itu di celana dalamnya sebagai pengganti pembalut. Bagi orang yang sudah terbiasa hidup miskin, bertahan hidup adalah kuncinya. Tiga gadis itu belajar dari banyaknya kegagalan yang mereka alami sendiri. Gagal bagi mereka adalah guru terbaik untuk tidak mengulang kesalahan yang sama.
Novel ini menyajikan realitas keras yang dihadapi oleh pemulung, pengamen, pekerja seks komersial, dan manusia silver yang berjuang untuk bertahan hidup. Melalui kisah-kisah ini, pembaca diajak merenungkan ketidakadilan sosial yang terjadi di sekitar mereka, meskipun sering kali diabaikan.
Tokoh-tokoh dalam novel ini tidak hanya menghadapi kesulitan ekonomi, tetapi juga terjebak dalam siklus kemiskinan yang sulit diputus. Brian Khrisna menggambarkan bagaimana impian dan harapan sering kali terkubur dalam kerasnya kehidupan.
Buku ini mengajak pembaca untuk lebih peka terhadap realitas sosial di sekitar mereka. Pesan moral yang disampaikan adalah pentingnya empati terhadap mereka yang kurang beruntung dan perlunya perubahan sistemik untuk mengatasi ketimpangan sosial.
Buku ini juga memiliki beberapa pesan, diantaranya jangan pernah menghakimi cara orang lain untuk bertahan hidup, benar dan salah itu relatif, tergantung di sepatu siapa kita berdiri. Jangan harap dimengerti kalau kamu sendiri tidak mampu memberikan pengertian. Sebab, sebaik-baiknya pengertian adalah tidak memaksa orang lain untuk mengerti. Jika di agamamu perbuatan mereka adalah perbuatan yang tidak baik maka yakinilah agamamu, tapi ketika kamu bertemu dengan mereka maka pandanglah mereka sebagai manusia.
Pada akhirnya, semua akan bertahan hidup dalam satu pilihan takdir. Antara terus hidup karena tidak pernah menyerah mencoba atau terus hidup karena tidak pernah mencoba menyerah.
Penulis: Agus Fadriansyah
Penerbit: Ahmad Rafli Hamdani
Belum ada Komentar untuk "Bedah Buku "Sisi Tergelap Surga""
Posting Komentar